Senin, 28 November 2011

Kisah Terjadinya Pulau Malau

Diambil dari kumpulan artikel yahoogroups Batak-Gaul 

Nantinjo adalah putri bungsu dari Guru Tatea Bulan/Sibaso Bolon dari sepuluh bersaudara, anak yang pertama adalah Raja Uti, ke dua Saribu Raja, ke tiga Limbong Mulana, ke empat Sagala Raja, ke lima Lau Raja sedangkan perempuan yang pertama adalah Biding Laut, ke dua Boru Pareme, ke tiga Anting Haumasan, ke empat Sinta Haumasan dan ke lima Nantinjo. --cut--.
 
Semasa hidupnya, Nantinjo mengalami penderitaan yang cukup berat, sebab ketika lahir kedunia ini saja dia tidak sempuma, dikatakan wanita bukan, pria juga bukan. Pada saat umurnya sepuluh tahun kedua orang tua Nantinjo telah di panggil Yang Kuasa. Semenjak ditinggal kedua orang tuanya semakin beratlah penderitaan yang dialaminya. Nantinjo tinggal bersama abangnya Limbong Mulana, karena yang tinggal dikampung pada saat itu hanyalah ketiga abangnya Limbong Mulana, Sagala Raja serta Lau Raja, sedangkan abangnya Raja Gumeleng-Geleng telah pergi dibawa oleh Yang Kuasa kepuncak Gunung Pusuk Buhit. Abangnya yang nomor dua Saribu Raja telah pergi juga merantau entah kemana rimbanya, dikarenakan adanya skandal cinta dengan adiknya sendiri Boru Pareme.
 
Kemelut keluarga yang begitu hebat telah melanda keluarga Nantinjo sehingga abangnya yang nomor tigalah yang harus bertanggung jawab atas diri Natinjo sepeninggal kedua orang tuanya. Walaupun Nantinjo tinggal dirumah abangnya sendiri, penderitaan yang dialaminya sangat berat karena begitu besar tanggungjawab yang dibebankan abangnya terhadap dirinya mulai dari mengurus rumah, mengasuh anak-anak, serta mencari bahan makanan ke hutan. Dan yang membuat hati Nantinjo sangat menderita apabila Nantinjo salah sedikit saja pastilah dia mendapat hukuman dari abangnya. Siksaan demi siksaan diterima Natinjo hari lepas hari dari abangnya tersebut. Meskipun begitu berat penderitaannya Nantinjo pasrah, sebab tumpuan harapan pengaduannya telah pergi merantau entah kemana.
 
Nantinjo mempunyai keahlian bertenun, maklumlah pada saat itu dia harus bertenun jika ingin mempunyai pakaian. Setiap bertenun, Nantinjo selalu melantunkan syair lagu penderitaannya dengan berlinang air mata sambil memohon kepada yang Kuasa agar ditunjukkan jalan padanya untuk dapat keluar dari deritanya. Melihat dan mendengar penderitaan serta jeritan hati Nantinjo, Yang Kuasa akhirnya menunjukkan jalan keluar kepada Nantinjo. Pada suatu saat datanglah abangnya Lau Raja bertamu kerumah Limbong Mulana, melihat adiknya sedang menangis hatinya sedih, sebagai abangnya Lau Raja penasaran dan bertanya kepada sang adik, mengapa engkau menangis Nantinjo? namun pertanyaan abangnya itu bukan membuat Nantinjo diam malah membuat tangisan Nationjo semakin keras. Lau Raja pun mendekati adiknya, dipeluk dan dihibur adiknya dengan penuh kasih sayang sambil bertanya ada apa gerangan yang membuat hati adiknya begitu pilu dan sedih? Sadar bahwa abangnya begitu sayang kepadanya, Nantinjo akhirnya menceritakan segala 
penderitaannya dan menunjukkan luka dipunggungnya akibat siksaan yang kerap dilakukan abangnya Limbong Mulana kepadanya.
 
Tanpa sadar Lau Raja memanggil nama ibunya “Sibaso Bolon” sambil berujar “teganya kamu Ibu, membiarkan putri bungsumu mengalami penderitaan yang begitu berat dan tidak berkesudahan”. Sambil membelai adiknya, Lau Raja mengajak Natinjo pergi dari rumah Limbong Mulana dan ia berjanji akan menyayangi Natinjo. Mendengar ucapan dan janji abangnya, Nantinjo langsung mengikuti ajakan Lau Raja. Akhirnya Lau Raja membawa Nantinjo ke Simanindo Pulau Samosir tempatnya tinggal. Semenjak tinggal dengan Lau Raja. Nantinjo merasa senang, tenang dan bahagia. Nantinjo diberi kebebasan untuk melakukan kesenangannya bertenun walaupun abangnya miskin .
 
Hari lepas hari berganti, tak terasa Nantinjo sudah mulai berkembang menjadi gadis remaja yang anggun, cantik dan bersahaja. Kecantikan wajah dan sikap Nantinjo yang tidak pernah membedakan teman-temannya semakin menambah harum namanya terlebih dikalangan pemuda. Nantinjo menjadi gadis pujaan semua lelaki baik dikampungnya maupun dari kampung seberang danau toba. Seorang pemuda dari perkampungan (Huta) Silalahi sangat tertarik kepada Nantinjo dan ingin menjadikannya sebagai pendampingnya seumur hidup. Tanpa mengadakan pendekatan kepada Nantinjo, pemuda tersebut langsung meminta kedua orang tuanya untuk segera meminang Nantinjo. mendengar permintaan sang anak, orang tua pemuda tersebut sangat senang dan bangga ternyata putra mereka bemiat meminang bunga desa dari Simanindo.
 
Tanpa membuang banyak waktu, pihak keluarga tersebut akhirnya berangkat beserta rombongan ke rumah Lau Raja. Dengan maksud untuk meminang Nantinjo yang akan dijadikan istri dari putranya. Setelah mendengar dan mendapat pinangan tersebut, Lau Raja mengundang kedua abangnya Limbong Mulana dan Sagala Raja untuk mengadakan rapat keluarga, untuk menentukan apakah pinangan tersebut diterima atau tidak.

Ternyata, kedua abangnya mempunyai pendapat yang sama yaitu menerima pinangan tersebut. Namun Lau Raja berpendapat bahwa Nantinjo yang harus menentukan keputusan itu, diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Kemudian mereka memanggil Nantinjo untuk hadir dalam rapat keluarga tersebut, dan mempertanyakan kepada Natinjo apakah ia bersedia menerima pinangan pihak laki-Iaki dari seberang danau toba itu? Sadar akan keberadaan dirinya yang laki-laki bukan perempuan juga bukan dengan spontan Nantinjo menjawab bahwa dirinya belum siap untuk berumah tangga. Dengan alas an Natinjo ingin menyelesaikan tenunannya terlebih dahulu agar dia bisa memakainya suatu saat nanti jika ia telah siap untuk berumah tangga.

Namun abangnya Limbong Mulana tidak memperdulikan jawaban Nantinjo dan tidak memberikan kesempatan kepada Nantinjo untuk menolak. Katanya “kamu harus menerima pinangan tersebut”. Mendengar paksaan dari abangnya itu tanpa sadar air mata Nantinjo menetes dipipi, dia berpikir tidak akan bisa melawan keinginan abangnya Limbong Mulana. Nantinjo melayangkan pandangan kepada abangnya Lau Raja dengan harapan dapat membela dirinya, namun Lau Raja pun tidak dapat membela adik yang sangat disayanginya itu karena dia sendiripun takut akan amarah abangnya Limbong Mulana. Melihat situasi seperti itu Nantinjo hanya dapat menangis dan menjerit meratapi nasibnya dalam hati.
 
Hanya Nantinjo sendiri yang tahu siapa dirinya yang sebenarnya. Ketiga abangnya tidak mengetahui bahwa Nantinjo tidak sempurna dilahirkan kedunia ini sebagai seorang wanita. Nantinjo menolak karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dapat membahagiakan calon suaminya dikemudian hari. Nantinjo berusaha berpikir keras, alasan apalagikah yang tepat untuk dapat menolak lamaran tersebut.
 
Nantinjo terus berfikir, berusaha mencari alasan untuk menolak lamaran tersebut. Akhirnya dia mendapat ide dan mengatakan kepada abangnya: “saya bersedia menerima pinangan dengan syarat pihak laki-laki itu harus dapat menyediakan emas satu perahu penuh serta uang ringgit satu perahu penuh” Mendengar persyaratan yang diberikan Nantinjo ternyata orang tua calon suaminya siap memenuhi permintaannya itu, bahkan calon mertuanya mengatakan lebih dari permintaanmu kami dapat kami penuhi.
 
Setelah kedua belah pihak sepakat, pihak lelaki kembali ke kampungnya diseberang Pulau Samosir. Keesokan harinya, pihak laki-laki itupun datang kembali beserta rombongan dengan membawa persyaratan yang diminta Nantinjo, yaitu emas satu perahu dan ringgit satu perahu.
Melihat emas satu perahu dan ringgit satu perahu keserakahan Limbong Mulana timbul, sikapnya langsung berubah lembut kepada Nantinjo. Dengan lembut Limbong Mulana mengatakan kepada adiknya “sekarang kamu tidak memiliki alasan lagi untuk menolak pinangan calon suamimu itu adikku, sebab calon mertuamu sudah memenuhi permintaanmu disaksikan ketiga abang¬abangmu serta khalayak ramai. Begitu tulusnya calon mertuamu menjadikan kamu sebagai menantu, dan sebagai abangmu yang tertua diantara kami, aku memutuskan bahwa kamu harus berangkat saat ini juga ikut dengan suamimu, Doa Restu dari kami abang-abangmu menyertai keberangkatanmu. Kami mendoakan kiranya Tuhan memberikan kebahagian lahir maupun batin kepada kamu” kata Limbong Maulana panjang lebar.
 
Dengan hati yang hancur Nantinjo menatap abangnya satu persatu sambil berkata kepada abangnya Lau Raja : “Jikalau memang saya harus berangkat untuk berumah tangga dengan calon suami saya yang bukan pilihan hati saya, tetapi dikarenakan godaan emas dan ringgit satu perahu, ternyata kalian tega memaksa saya untuk berumah tangga, bagiku tidak ada pilihan kecuali menerima namun permintaanku pada abang :” Kumpulkanlah semua apa yang menjadi milikku termasuk alat yang selalu kupakai untuk bertenun. Bambu turak ini tempat benang tenunku tolong tanamkan di ujung desa ini, suatu saat nanti semua keturunan Bapak dan Ibuku akan melihat dan mengingat saya yang penuh dengan penderitaan.”
 
Lau Raja memenuhi permintaan adiknya dan berjanji akan melaksanakannya. Nantinjopun akhirnya menaiki perahu kesayangannya dan berangkat meninggalkan kampung itu mengikuti rombongan calon suaminya. Sambil mendayung perahu hati Nantinjo terus gusar. Dia tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi setelah sampai dikampung calon suaminya nanti. Kegundahan dan kekalutan pikiran Nantinjo tidak menemukan jawaban, kemudian Nantinjo memohon dan berseru kepada ibunya Sibaso Bolon, “Bu, mengapa ini harus terjadi, seandainya dahulu ibu cerita kepada semua  abangnya tentang keadaan Natinjo yang sebenarnya, mungkin ini tidak akan terjadi. lbulah yang bersalah serlo Limbong Mulana yang tergoda dengan emas dan ringgit satu perahu”. Dengan hati yang sangat pilu Nantinjo bertanya kepada Ibunya, “masihkah lbu sayang pada putrimu ini? kalau lbu benar-benar masih sayang dengarkanlah jeritan hati putrimu ini yang pal¬ing dalam. lbu! saya tidak mau berumah tangga sebab itu hanya akan membuat aib dikeluarga, Putrimu ini rela berkorban demi nama baik keturunan Bapak dan lbu di kemudian hari. Saya tahu ibu dapat berkomunikasi langsung dengan Yang Kuasa, Pintalah kepada Yang Kuasa agar saya lepas dari penderitaan ini dan persatukanlah saya dengan ibu”. Mendengar jeritan sang putri yang sangat memilukan hati, ibunya pun meminta kepada Yang Kuasa. Maka seketika itu juga turunlah hujan yang sangat lebat, angin dan badaipun datang menerjang perahu Nantinjo. Gemuruh ombak disertai halilintar turut menangis melihat penderitaan Nantinjo. Akhirnya perahu Nantinjopun tenggelam ditelan ombak danau toba. Nantinjo menemui ajalnya seketika itu juga. Ketiga abangnya yang menyaksikan hal itu merasa bersalah serta takut.
 
Bahkan setelah Limbong Mulana memeriksa emas dan ringgit satu perahu yang diberikan calon suami adiknya ternyata hanya diatasnya saja emas dan ringgit dibawahnya hanya gundukan pasir dan tanah. Penyesalan yang timbul selalu datang terlambat, apa mau dikata Nantinjo sudah tenggelam kedasar danau toba.
 

Keesokan harinya disaat orang masih tertidur pulas Lau Raja pergi kepantai tempat perahu Nantinjo diberangkatkan dengan harapan dapat menemukan adiknya hidup maupun mati. Ditelusurinya sepanjang pantai namun 
tidak ditemukan jasad adiknya. Sambil menangis tersedu-sedu Lau Raja meminta dalam hatinya kepada Yang Kuasa agar jasad adik yang disayanginya dapat ditemukan.
 
Sayup-sayup Lau Raja mendengar bisikan: “Adikmu Nantinjo sudah saya bawa ketempat yang aman, sekarang dia bersama ibumu. Anakku hapuslah air matamu, dan lihatlah ketempat dimana perahu adikmu tenggelam, disitu kau akan melihat satu keajaiban dunia, perahu adikmu akan muncul kembali berupa pulau. “ Inilah sebagai pertanda bagi keturunanku di kemudian hari betapa tulus dan mulia pengorbanan adikmu, tidak pernah mau membuat saudaranya malu dan terhina dihadapan orang “.
 
Tiba-tiba Lau Raja tersadar dan melihat dimana perahu adiknya tenggelam, dengan rasa kaget dia melihat apa yang dibisikkan oleh ibunya. Timbulnya pulau itu membuat Lau raja merasa adiknya Nantinjo serasa hidup kembali, dan dia berjanji pada diri sendiri bahwa ia beserta seluruh keturunannya harus menjaga dan merawat serta menyayangi pulau itu, sebagaimana dia menyayangi adiknya. Lau Raja memberi nama pulau itu “Pulau Malau”.

Tidak ada komentar: